Di pondok pesantren, Bahasa Arab tidak hanya dianggap sebagai mata pelajaran tambahan, melainkan sebagai jantung kurikulum agama. Kemampuan berbahasa Arab adalah kunci utama yang membuka pintu bagi santri untuk memahami dan mendalami sumber-sumber ajaran Islam yang otentik. Menguasai Bahasa Arab secara komprehensif adalah esensi untuk benar-benar menyelami jantung kurikulum agama yang diajarkan. Sebuah studi dari Pusat Kajian Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar, Mesir, pada 10 September 2024 menunjukkan bahwa penguasaan Bahasa Arab yang baik meningkatkan pemahaman terhadap teks-teks klasik hingga 70%.
Pentingnya Bahasa Arab sebagai jantung kurikulum agama terletak pada statusnya sebagai bahasa Al-Qur’an dan Hadis. Kedua sumber primer ajaran Islam ini ditulis dalam Bahasa Arab murni. Tanpa pemahaman yang kuat tentang tata bahasa (Nahwu), morfologi (Shorof), dan balaghah (retorika) Bahasa Arab, santri akan kesulitan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an atau memahami makna Hadis secara akurat. Bergantung pada terjemahan saja dapat menyebabkan salah tafsir atau pemahaman yang dangkal. Oleh karena itu, di pesantren, pembelajaran Bahasa Arab, seperti di Pondok Pesantren Gontor, selalu dilakukan secara intensif dan sistematis sejak awal pendidikan santri.
Lebih dari sekadar membaca teks, penguasaan Bahasa Arab juga memungkinkan santri untuk berinteraksi langsung dengan kitab-kitab kuning. Kitab-kitab ini adalah khazanah keilmuan Islam yang berisi berbagai disiplin ilmu seperti Fiqih, Tafsir, Akidah, dan Tasawuf, semuanya ditulis dalam Bahasa Arab. Kemampuan membaca dan memahami kitab-kitab ini secara langsung tanpa perantara terjemahan adalah prasyarat untuk menjadi seorang ulama atau cendekiawan muslim yang mumpuni. Ini adalah alasan fundamental mengapa Bahasa Arab menjadi jantung kurikulum agama di pesantren.
Selain itu, Bahasa Arab juga merupakan bahasa komunikasi di banyak lingkungan pesantren, terutama pesantren-pesantren modern yang mendorong santri untuk berbicara dalam Bahasa Arab sehari-hari. Praktik ini tidak hanya mempercepat penguasaan bahasa tetapi juga membiasakan santri dengan budaya dan tradisi keilmuan Islam yang kaya. Dengan demikian, penguasaan Bahasa Arab memberikan santri akses langsung ke sumber ilmu, melatih kemampuan berpikir analitis, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi ahli di bidang agama yang kokoh dan relevan. Ini menjadikannya fondasi tak tergantikan dalam sistem pendidikan pesantren.